Total Tayangan Halaman

Selasa, 03 Mei 2011

KENANGANKU SAAT DI DOKTRIN MASUK NII


oleh: Marjan Fariq
Oleh karena Negara Islam Indonesia (NII) atau juga disebut Darul Islam (DI) sedang hangat-hangatnya dibahas lagi di awal abad 21 ini, saya jadi ingin juga ikut andil menceritakan kisah hidup saya yang pernah bersinggungan dengan NII.
 Kisah itu ada di saat saya masih SMA tepatnya saat kelas delapan. Waktu itu ada isu NII yang berseteru dengan beberapa ormas Islam namun isu itu hanya menyebar di wilayah yang kecil (tidak sampai meluas) sekitar satu dua kecamatan. Lalu saya berbincang dengan temaan dekat saya sejak kelas 2 Mts yang berasal dari daerah dimana perseteruan NII itu terjadi. Yang saya heran adalah sikap temanku itu yang selalu membela pihak NII. Obrolan di pinggir jalan pun berlangsung lama, saya kemudian jadi sangat curiga dan hampir yakin kalau temanku sudah menjadi salah satu anggota NII. Dan konfirmasi pun di dapat sebab temanku langsung mengakui bahwa dirinya anggota NII meskipun sebenarnya saya tidak menanyakan jati dirinya secara langsung. Ia berpandangan bahwa perdebatan di daerahnya antara NII dan Ormas Islam lainnya masih menyisakan “PR”, yang saya masih ingat “PR” untuk NII adalah menjawab pertanyaan “mengapa Ibnu Abbas dan sahabat-sahabat Rasulullah lain yang ayahnya telah beragama Islam tidak disyahadatkan oleh Rasulullah atau oleh ayahnya?” pertanyaan ini dilemparkan sebab NII mengharuskan setiap orang yang telah baligh untuk bersyahadat di depan imam supaya dirinya masuk agama Islam. Jika belum bersyahadat di depan imam dianggap belum masuk Islam alias kafir. Saya pun kaget saat teman saya dimintai pendapat apakah saya kafir, dan ia jawab ya saya masih kafir. Teman yang begitu lama akrab dengan saya ternyata berpikir lain di hatinya. Lalu saya tanyakan guru-guru yang mengajar di sekolah SMA termasuk guru agama bagaimana menurutnya, ia juga jawab semuanya kafir jika belum bersyahadat di depan imam. Temanku yang berinisial HJ mengungkapkan bahwa ormas-ormas Islam itu masih kafir semuanya. Selain karena tidak mensyariatkan syahadat _padahal mereka tahu syahadat itu rukun islam pertama—juga karena berada di bawah :”restu” negaraa RI yang teman saya bilang sebagai negaraThagut.
 Saat itu saya kurang begitu menyadari bahwa diskusi saya dengannya menunjukkan bahwa saya sedang dipengaruhi olehnya. Karena HJ juga akhirnya mengungkapkan bahwa sejak lama ia ingin mengajak saya masuk NII. Dan sore itu adalah saat yang cukup tepat untuk mengajak saya masuk NII.
Setelah saya bersedia mendengarkan penjelasannya mengapa saya harus masuk NII ia menyodorkan buku atau  tepatnya bundelan makalah tentang NII. Bab pertama menjelaskan aturan mengenai syahadat. Juga komplit dengan bantahan-bantahan yang biasanya sering dilontarkan. Di makalah itu sudah disiapkan jawabannya. Lalu mengenai Negara Islam, tentang RI thagut dan NII yang Islam kaffah. Tentang dasar Negara dan katanya NII pernah mengproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Cisayong (kabupaten Tasikmalaya) oleh Karto Suwiryo dan ia menyebut bahwa proklamasi yang diakui di PBB adalah Proklamasinya Kartosuwiryo. Saya kurang percaya untuk pendapat ini.
Selanjutnya, HJ menjelaskan bahwa NII itu seperti GAM di Aceh. NII juga memiliki pasukan militer. Saat ditanya siapa ketua umum NII (presiden) ia hanya mengatakan bahwa dirinya pernah menemuinya dan tidak boleh dikatakan pada saya. Kalau saya sudah masuk NII baru boleh katanya. Seterusnya saat saya semakin penasaran dengan NII teman saya itu malah menyarankan saya segera masuk NII sebab kata dia, kalau mau tahu isi sebuah rumah kita harus masuk rumah itu baru ketahuan apa saja isinya. Kalau dilihat dari luar akan sangat sedikit informasi yang didapatkan. Saat itu saya menjawab pikir-pikir. Ia juga menyarankan saya mengikuti pengajian NII di Cibubu (kampong yang jadi basis NII).
HJ pun menjelaskan kalau NII ada yang berlainan yakni NII KW 9 yang telah menyalahi aturan karena mereka tidak shalat sebab menganggap Negara RI belum menjadi negara Islam dan berarti masih berada di periode Makkah yang belum ada syariat mendirikan shalat. Kalau gak salah HJ mengaku dirinya adalah anggota NII KW 11.
Karena sudah sangat sore, perbincangan saya dengannya terputus. Besoknya isu teman saya yang anggota NII tersebar karena ternyata beberapa guru ada yang mengetahuinya. Saya melihat HJ sedang berdebat dengan salah satu guru agama di kantor organisasi siswa. Dan sejak saat itu, HJ memutuskan keluar dari sekolah. Ia sempat berpamitan kepada kelas saya yang juga kelasnya. Diantara temannya sayalah yang paling dekat dengan HJ. Saya sangat menyayangkan HJ keluar sekolah. Ternyata ia melanjutkan sekolah di MAN 1 Ciawi. Saya pikir ia adalah korban cuci otak NII semangatnya sangat menggebu untuk mencapai target tugas menjadi anggota NII yakni sekurang-kurangnya mendapatkan 3 orang anggota baru dalam jangka waktu satu bulan. HAH seperti MLM saja NII ini…
Ada yang lebih mengejutkan, ternyata diantara anggota NII yang berseteru di daerah (kampung) itu sebagiannya adalah keluarga saya. Yaitu, kakak-kakak dari ibu saya alias “uwa” saya. Sehingga tidak heran jika dikemudian hari saya sempat mengikuti pengajian NII berkat diajak oleh anak Uwa saya. Ustadz yang mengajarnya saya acungi jempol dalam hal penguasaan materinya. Namanya ust E yang katanya memiliki jabatan sebagai bupati kabupaten Tasikmalaya di Negara Islam Indonesia (NII). Setiap ba’da maghrib ust E mengadakan pengajian rutin. Yakni membahas Alquran. Ia melakukan tafsir dengan metode ayat bil ayat dan ayat bil hadits. Saya sangat kagum dengan caranya menjelaskan begitu fasih dan begitu hafal. Biasanya untuk tafsir ayat bil ayat cukup susah dilakukan tanpa membuka referensi, akan tetapi ust E lain dari ust lain yang pernah saya temui. Ia menunjukkan ayat mana yang berhubungan dengan pembahasan saat itu. Ia sebutkan ayat berapa surat apa dan tidak kalah hebat ia hubungkan juga dengan hadits. Ia hapal hadits itu di luar kepala.
Saya sempat heran juga kenapa Ust E langsung mengenal saya bahwa saya putra pak IS. Ternyata ayah saya adalah temannya saat SMA di SMAN 1 Ciawi. Ayah saya juga menolak masuk NII dan pernah diajak pengajian oleh ust E di kota Tasikmalaya. Yang membuat saya jengkel ialah ust E yang selalu menyinggung kalau saya adalah mata-mata. “bukan hal yang tidak mungkin dalam perkumpulan pengajian ada mata-mata” katanya. Saat itu membahas surat An-Nisa yang ada penjelasan mengenai mata-mata di jaman Rasulullah. Uh, saya kesel banget disinggung mata-mata, sebab yang bukan anggota NII hanya saya di situ. Diantara yang hadir di pengajian itu ada suami dari uwa saya yang sudah tua. Di saf depan para orang tua sedangkan di saf belakang para pemuda dan anak-anak. Sepertinya mereka pelajar karena mengaku sedang UN. Semua yang hadir waktu itu berjenis kelamin laki2 alias tidak ada perempuannya mungkin ibu-ibu pengajiannya diadakan pagi-pagi.
 Pengalaman terakhir ialah saat lebaran idul fitri, saya ke kampung halaman ibu saya yang tidak jauh rumahnya dari teman saya HJ. Dan saya pun menyempatkan silaturahim dengan HJ pada malam harinya. Di kamarnya di lantai dua yang di desain sebagai tempat halaqoh, saya diperlihatkan buku-buku NII salah satunya bersampul depan dengan gambar bendera NII. Katanya buku itu rahasia dan dilarang disebarkan oleh pemerintah RI. Saya pun tidak boleh meminjamnya. Selain itu ia pun menjelaskan kembali mengenai kesesatan NII KW 9 termasuk menyebutkan bahwa pesantren Alzaytun di Indramayu adalah hasil karya NII kw 9 dan mengajarkan kesesatan NII dimana para santrinya tidak melaksanakan shalat. Kata HJ pesantren Alzaytun adalah pesantren terbesar se Asia Tenggara. Subhanallah..
Saya sebenarnya ingin menginap di rumah teman saya karena HJ memintanya. Tapi ayah saya tidak mengijinkan. Jangan berdebat kusir katanya. Mungkin bapak saya takut saya dipengaruhi olehnya. Sepertinya bapak tahu kalau HJ pernah mewanti-wanti bahwa jangan berislam keturunan. Yakni bersilam karena orang tuanya Islam, bisa jadi pemikiran orang tua itu salah. Kata saya dalam hati orang tua HJ juga anggota NII terus HJ sendiri masuk NII lah gimana tuh???.. sekian pengalaman saya dengan NII semoga bermanfaat untuk kewaspadaan. NB: saya sempat tidak bisa tidur saat malam setelah dipengaruhi oleh HJ. Saya kepikiran  terus. Tapi tenang… saya bukan anggota NII kok. Dan saat ini saya tidak bisa memastikan apakah semua orang yang saya sebut anggota NII masih aktif atau sudah keluar, sebab sudah lama tidak berjumpa. Sekian terimakasih mau membaca tulisan saya.

Selasa, 05 April 2011

PESERTA DIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM ISLAM


PESERTA DIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM ISLAM

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam 2



Disusun Oleh:
 Kelompok 3 (kelas VI C)
Lili Gojali
Marjan Fariq



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN AGENG TIRTAYASA
BANTEN
2011
Kata Pengantar

Puji dan Syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan umat hingga akhir zaman.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliuah Pendidikan Agama 2. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik serta saran guna perbaikan makalah ini. Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya terutama yang berkecimpung di dunia pendidikan.

                                                                                    Tangerang, 23 Maret 2011









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selama kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. 

Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.

Tidak sedikit di kalangan pendidikan yang masih tidak memahami siapa objek pendidikan sebenarnya. Terlebih memahami peserta didik dalam hal membedakan mana yang merupakan kewajiban peserta didik dan mana yang disebut hak peserta didik. Tidak jarang tersebar berita kelam di lingkungan  pendidikan seperti adanya kekerasan di sekolah atau bahkan perguruan tinggi. Hal tersebut terjadi karena kurangnya perhatian terhadap tata aturan mendidik atau lazim disebut kode etik pendidikan yang memuat hak dan kewajiban seorang pendidik. Sebagai seorang pendidik tentunya tidak akan mendidik peserta didiknya dengan cara kekerasan apabila ia memahami apa arti pendidik yang sebenarnya.

Selain itu, selama ini cenderung antara pendidik dengan peserta didik saling menjaga jarak dalam artian negatif, yaitu murid tidak terbuka dengan gurunya karena perasaan takut sehingga proses pendidikan yang hakiki jadi kurang berjalan lancar. Namun bukan berarti semata-mata kesalahan muridnya yang pendiam. Seringkali guru tidak perhatian terhadap muridnya bahkan cenderung menganggap muridnya –terutama yang kurang disukainya- tidak penting untuk dididik. Kalaupun perhatian banyak guru yang salah dalam menerapkan cara-cara berhubungan dengan siswanya. 

Dari permasalahan di atas, kami tertarik untuk membuat makalah dengan judul ”Peserta Didik dan Tenaga Kependidikan dalam Islam”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan peserta didik?
2.      Apa kewajiban peserta didik?
3.      Apa hak peserta didik?
4.      Apa yang dimaksud dengan pendidik?
5.      Apa kewajiban pendidik?
6.      Apa hak pendidik?
7.      Bagaimana hubungan antara peserta didik dengan pendidik?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian peserta didik
2.      Untuk mengetahui kewajiabn peserta didik
3.      Untuk mengetahui hak peserta didik.
4.      Untuk mengetahui pengertian pendidik.
5.      Untuk mengetahui kewajiban pendidik
6.      Untuk mengetahui hak pendidik.
7.      Untuk mengetahui hubungan antara peserta didik dengan pendidik.

D.    Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan. Pada bab ini terdiri atas: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Pembahasan. Pada bab ini terdiri atas uraian pembahasan tentang pengertian peserta didik, kewajiban peserta didik, hak peserta didik, pengertian pendiddik, kewajiban pendidik, hak pendidik, dan hubungan antara peserta didik dengan pendidik.
BAB III berisi simpulan dari keseluruhan uraian yang dijelaskan sebelumnya serta saran.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Peserta Didik
Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya peserta didik, peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Menurut etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa Arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. ;
من طلب علما فادركه كتب الله كفلين…….( رواه الطبرنى )
“Siapa yang menuntut ilmu dan mendapatkannya, maka Allah mencatat baginya dua bagian”. (HR. Thabrani)
Namun secara defenitif yang lebih detail para ahli telah menuliskan beberapa pengertian tentang peserta didik. Dra. Eneng Muslihah, M.M. dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam (2010: 115-116) mengatakan bahwa sebagai objek (sasaran) pendidik, peserta didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan/pertumbuhan menurut fitrah masing-masing, sangat membutuhkan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, mereka membutuhkan arahan dan bimbingan yang konsisten menuju ke arah titik optimal perkembangan fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. (Syarqowi, 2010:th)
B.     Kewajiban Peserta Didik
kewajiaban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan. Kewajiban peserta didik menurut UU RI No. 20 th 2003:
  1. Menjaga norma-norma pendidikan.
  2. Ikut menanggung biaya pendidikan kecuali bagi yang dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Menurut Asma Hasan Fahmi, sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nizar (2002:47), menuliskan beberapa kewajiban peserta didik antara lain :
a. Peserta didik hendaknya membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu, hal ini disebabkan karena menuntut ilmu adalah ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih.
b. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan.
c. Memiliki kemampuan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu diberbagai tempat.
d. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
e. Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Selain yang ditulis oleh Asma Hasan Fahmi di atas, pengembara Ibnu Zubeir (Unbiyati, 2005:92) menambahkan, kewajiban yang harus senantiasa diperhatikan oleh peserta didik adalah jangan pernah meremehkan suatu ilmu yang telah diberikan.
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Syaikh Zarnuji yang diterjemahkan oleh Drs. H. Aliy As’ad, M.M (2007: 35-50) dibahas tentang beberapa kewajiban murid terutama dalam hal penghormatan terhadap ilmu dan ulama, yaitu:
1.      Menghargai ilmu, pada tataran ini Syaikh Zarnuji mengatakan bahwa pelajar tidak bakal mendapat ilmu dan tidak juga memetik manfaat ilmu selain dengan menghargai ilmu dan menghormat ahli ilmu. 
2.      Menghormati guru. Diantara perbuatan menghormati guru adalah tidak melintas di hadapannya, tidak menduduki tempat duduknya, tidak memulai berbicara kecuali atas izinnya, tidak banyak bicara di sebelahnya dan tidak menanyakan sesuatu yang membosankannya; hendaklah pula mengambil waktu yang tepat dan jangan pernah mengetukj pintu tetapi bersabarlah sampai beliau keluar. Pada pokoknya adalah mencari ridonya guru, menghindarkan murkanya dan menjunjung tinggi perintahnya selama tidak melanggar ajaran agama.
3.      Memuliakan kitab. Dianjurkan bagi penuntut ilmu agar tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Jangan menjulurkan kaki ke arah kitab, hendaklah meletakkan kitab tafsir di atas kitab yang lain dengan niat memuliakan, dan tidak meletakkan barang apa pun di atas kitab. Memuliakan kitab bisa juga dilakukan dengan menulisnya sebagus mungkin,  jangan corat-coret dan jangan pula membuat catatan-catatan yang mengaburkan tulisan kitab, kecuali keadaan terpaksa.

4.      Menghormat teman
5.      Bersikap Khidmat, yaitu agar memperhatikan seluruh ilmu dan hikmah dengan penuh ta’dhim serta hormat.
6.      Menyerahkan pemilihan bidang studi kepada guru
7.      Memperhatikan posisi tempat duduk, yaitu agar diwaktu belajar jangan duduk terlalu dekat dengan guru, kecuali keadaan terpaksa; tetapi hendaklah mengambil jarak antara keduanya sejauh busur panah, karena posisi demikian itu lebih menghormati.
8.      Menghindari akhlak tercela

C.    Hak Peserta Didik
Hak peserta didik menurut UU RI No. 20 th 2003:
1.      Mendapat pendidikan agama sesuai agamanya.
2.      Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai bakat, minat & kemampuan.
3.      Mendapat beasiswa bagi yang berprestasi dan orang tuanya tidak mampu membiayai.
4.      Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan yang setara.
5.      Menyelesaikan pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang batas waktu yang ditetapkan.

D.    Pengertian Pendidik
Rifai Ahmad (2009:th) menyebutkan bahwa dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya.
Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
Pendidik yang tertera dalam UU SISDIKNAS pada ketentuan umum pasal 1 ayat 6 bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususan serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (Muslihah, 2010: 114)
Menurut Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (1994: 74) mengatakan bahwa pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.
Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kusuksesan orangtua juga. Firman Allah SWT.
…نَارًا وَأَهْلِيكُمْ أَنْفُسَكُمْ قُوا آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَايَا
“Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”. (QS. At-Tahrim: 6)
Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. Orangtua sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.


E.     Kewajiban Pendidik
Dalam pasal 40 ayat 2. dijelaskan : “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”. Konsep yang ideal ini jika dapat diaplikasikan dalam setiap penyelenggaraan satuan pendidikan Islam, maka akan terwujud akuntabilitas lembaga pendidikan Islam yang mandiri menuju keunggulan, dan pada gilirannya akan mewujudkan kemajuan suatu bangsa dan negara. (Farid, 2010:th)
Rifai Ahmad (2009:th) menjelaskan beberapa kewajiban pendidik sebagai berikut:
1.      Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2.      Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3.      Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.





F.     Hak Pendidik
Hak pendidik menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 ayat 1: 1. Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. 2. Memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. 3. Memperoleh pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas. 4. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan 5. Memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
G.    Hubungan antara Peserta Didik dengan Pendidik\
Berdasar kaidah pendidikan yang telah disepakati para ahli Ilmu sosial, ilmu jiwa dan pendidikan, adalah memperkuat hubungan antara pendidik dengan anak, agar interaksi edukatif dapat terlaksana dengan sebaik- baiknya. Termasuk pembentukan intelektual, spiritual dan moral dapat berjalan sesempurna mungkin.
Sudah menjadi suatu keyakinan bagi orang- orang yang berakal, bahwa jika terdapat jurang pemisah dan jarak antara anak dan pendidik, murid dan guru, dengan sendirinya proses pengajaran tidak dapat terlaksana dengan sempurna. Pendidikan juga tidak dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, para ayah dan pendidik hendaknya mencari cara- cara positif dalam menciptakan kecintaan anak, memperkuat hubungan, mengadakan kerja sama antara mereka, dan merasakan kasih sayang .



Cara – cara itu menurut Moh Zulkifli (2010:th) adalah:
1.    Hendaknya pendidik bersikap manis muka, tidak kikir, menampakkan senyuman kepada anak. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan At- Tirmidzi dan Abu Dzar:
     Artinya: “Senyummu kepada saudaramu adalah shadaqah”.

2.   Memberikan motivasi kepada anak dengan memberikan hadiah dalam setiap pekerjaan yang dikerjakan dengan baik, atau karena ia menonjol dalam belajarnya.
3.   Mencipatakan anak merasakan bahwa ada perhatian yang diberikan oleh sang ayah. Bahwa sang ayah menaruh kasih sayang kepadanya. Sebagaimana hadits riwayat Baihaqi  berikut:Artinya:” Barang siapa yang tidak memperhatikan kaum Muslimin, maka tidak termasuk golongan mereka”.
4.   Memperlakukan anak  dengan budi  pekerti yang baik dan keramahtamahan. Sebagaimana hadits berikut:
    ”Orang yang mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi pekertinya, dan paling ramah dengan keluarganya”.
Pendidik hendaknya memenuhi kehendak anak agar menjadi penolong dalam berbakti kepadanya. Abu Asy- syaikh meriwayatkan dari Rasulullah saw.  bahwa beliau bersabda:
”Semoga Allah melimpahkan rahmat- Nya kepada orang tua yang membantu anaknya dalam berbakti kepadanya”.
Juga diperlukan bersatunya pendidik dengan anak untuk menghiburna. Ath-Thabrani meriwayatkan dari Jabir, ia berkata:”
Saya menghadap Nabi, dan beliau sedang merangkak, di atas punggungnya Hasan dan Husain, dan beliau berkata, “sebaik- baik unta adalah untamu berdua, dan sebaik- baik muatan adalah kamu berdua”



















BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN

Seorang peserta didik apabila telah memahami jati dirinya dan apa saja hak serta kewajibannya tentu akan berusaha sejalan dengan apa yang menjadi tugasnya sesuai ajaran Islam. Begitu pun dengan seorang pendidik, sehingga dengan memahami hak dan kewajibannya akan tercipta hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan pendidik. Antara anak dengan orang tua, antara siswa dengan guru, antara mahasiswa dengan dosen.

B.     SARAN
Banyak sekali referensi yang membahas mengenai peserta didik dan pendidik dalam Islam. Dalam makalah ini tidak semuanya bisa ditampung, hanya beberapa yang diaggap lebih penting yang dituliskan. Oleh karena itu kami menyarankan pengkajian ini berkelanjutan dengan membaca sumber bacaan yang lainnya.







DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Rifai. 2009. Pendidik dalam Pendidikan Islam. [online] tersedia : http://tanbihun.com/pendidikan/pendidik-dalam-pendidikan-islam/ diakses tanggal 23 Maret 2011.
Al-Qardlawi, Yusuf. 1989. Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah. Bandung: ROSDA Offset.
As’ad, Aliy. 2007. Terjemah Ta’limul Muta’allim Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan. Kudus: Menara Kudus
Farid, Ismail. 2010. Implikasi UU SISDIKNAS terhadap Pendidikan Islam. [online] tersedia: http://manhijismd.wordpress.com/2010/04/06/implikasi-uu-sisdiknas-terhadap-pendidikan-islam/ diakses tanggal 23 Maret 2011.
Muslihah, Eneng. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Diadit Media.
Nur Uhbiyati, 2005. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung ; Pustaka Setia.
Samsul Nizar, 1999. Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam.Padang : IAIN IB Press.
___________, 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Press.
Syarqowi, Imam. 2010. Peserta Didik. [online] tersedia: http://blog.uin-malang.ac.id/sarkowi/2010/07/02/peserta-didik/ diakses tanggal 23 Maret 2011.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Zulkifli, Moh. 2010. Memperkuat Hubungan Peserta Didik dengan Pendidik. [online]tersedia:      http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/06/27/memperkuat-hubungan-pendidik-dan-peserta-didik/ diakses tanggal 23 Maret 2011.